Selasa, 25 November 2008

Belajar Hidup susah sejak kecil

Kaya. Itulah tujuan didunia bagi setiap orang. Semua orang bisa melakoninya secara instan.artinya dalam keadaan kaya setiap orang bisa menjalani tanpa beban. Akan tetapi menjadi miskin yang tiba-tiba orang akan mearasa terpukul.
Akhir-akhir ini banyak orang miskin secara isntan. Menurut penelitian tiga dari sepuluh orang yang mengalami kemiskinan secara tiba-tiba di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Karena tidak siap hidup susah. Ada trik untuk menekan resiko kemunduran jiwa yang disampaikan oleh Handrawan Nadesul.
Menurut Dokter yang juga seorang penulis ini, sejak kecil anak harus dilatih tahan banting. Ketahanan jiwa anak harus dibangun sejak kecil. Jiwa harus dilatih untuk menderita.

Menerima kenyataan

Anak saya setiap hari minta uang jajan. Namun karena saya minim tidak saya beri setiap hari. Ini yang saya latihkan pada anak saya agar kelak dapat mengendalikan jiwanya.
Tugas orangtua dan guru mengajak anak berempati pada kesusahan orang lain. Hidup tak luput dari berbagai stresor. Tak semua stresor jelek. Supaya jiwa tahan banting, stresor dibutuhkan. Anak perlu mengalami seperti apa tekanan hidup, konflik, kegagalan, rasa kecewa, dan krisis dalam hidup. Seperti vaksin, biasakan anak memikul aneka stresor yang bikin jiwanya kebal seandainya kelak hidupnya susah.
Tanpa dilatih hidup susah, anak yang terbiasa hidup berkecukupan tak tahan banting. Lebih banyak orang sukses lahir bukan dari keluarga kecukupan. Hidup prihatin membuat jiwa tegar bertahan melawan kesusahan. Hidup susah membangun mimpi ingin lepas dari rasa kapok menjadi orang susah. Demi mengubah mimpi jadi kenyataan, spirit kerja keras pun dipecut.
Einstein percaya, untuk sukses diperlukan lima persen otak, selebihnya keringat (perspirasi). Spirit kerja keras menjadi milik orang yang tak pernah puas pada prestasi yang diraih. Seperti bangsa Troya dulu, pembangunan Jepang dan Korea lebih pesat ketimbang bangsa sepantar karena memiliki ”virus” n-Ach (need-for-Achievement) yang tinggi.
”Virus” n-Ach bisa ditularkan kepada anak lewat asuhan dan pendidikan. Bacaan memuat nilai kehidupan, termasuk mendongeng, pendidikan berdisiplin, dan keteladanan orang lebih tua. Itu modul-modul kehidupan agar anak tahu juga hidup susah.

Jiwa getas

Kebiasaan meloloh anak dengan kelimpahruahan tidak melatih anak merasakan gagal, kecewa, rasa ditekan, rasa konflik, atau rasa krisis. Tanpa tempaan stresor, jiwa getas. Jika jiwa getas, orang rentan stres. Bila tak terlatih hidup berdamai dengan stres, hidup berisiko gagal andai harus jatuh miskin.
Tak ada sekolah yang mengajarkan menjadi orang miskin. Tak pula ada kursus memampukan anak terbiasa hidup berdamai dengan stres. Yang bisa lakukan kita lakukan adalah mengasuh dan mendidik anak tahan banting. Mandat itu harus ada di pundak setiap orangtua.
Tidak semua anak kecukupan pernah mengalami stresor. Dalam pendidikan modern, anak sengaja dihadapkan pada stresor buatan. Ada pelatihan diam-diam, dalam suasana berkemah atau outbound diciptakan situasi krisis. Mobil sengaja dibuat mogok di tengah hutan pada malam hari, atau kehabisan makanan selagi camping.
Dihadang stresor buatan, anak dilatih bagaimana bereaksi, beradaptasi, agar mampu lolos dari rasa panik, rasa takut, rasa tidak enak berada dalam situasi darurat. Ini bagian dari upaya membuat kebal jiwa. Bila jiwa tak tahan banting, sontekan stres kecil mungkin diatasi dengan bunuh diri. Kini semakin banyak kasus bunuh diri hanya karena alasan enteng. Gara-gara ditinggal pacar, tidak naik kelas, sebab jiwa tak terlatih memikulnya. Maka jiwa perlu digembleng.
Menggembleng berarti menunjukkan rasa arah hidup prihatin, selain berdisiplin. Hidup berdisiplin berarti menjunjung tinggi kebenaran, memikul tanggung jawab, kerja keras, serta mampu menunda kepuasan.
Menunda kepuasan bentuk keunggulan sebuah bangsa. Bangsa unggul memiliki ”virus” n-Ach tinggi. Anak yang diasuh dan dididik dengan nilai-nilai ”virus” n-Ach, menyimpan bekal sukses. Itu kelihatan, misalnya, dari cara makan. Anak dengan n-Ach tinggi menyisihkan yang enak dimakan belakangan, yang tidak enak dimakan dulu. Tugas berat dikerjakan dulu. Tugas berat dikerjakan dulu, yang enteng belakangan. Bersakit-sakit dulu bersenang-senang kemudian menjadi kredo bangsa yang sukses.
Agar tahu hidup susah, anak diajak memahami bahasa hidup bukan uang semata. Tak semua semerbak kehidupan bisa dipetik dengan uang. Kebahagiaan tertinggi hanya terpetik setelah orang mampu merasa bersyukur meski cuma menjadi orang biasa (mengutip Gede Prama).
Sukses hidup sejati tak mungkin terpetik instan. Jiwa potong kompas, ingin lekas kaya, tumbuh dari budaya instan. Bukan rasa arah yang benar saja yang perlu ditanamkan saat membesarkan anak, tetapi harus benar pula menempuhnya di mata Tuhan.
Anak disiapkan menjadi insan linuwih (terinternalisasi penuh superegonya) dengan cara mengempiskan egonya sekecil mungkin. Rekayasa sosial (social engineering) diperlukan dengan menyuntikkan ”vaksin” hidup prihatin. Perlu pula penyubur superego agar kendati hidup susah masih merasa bahagia seperti ini nih

Kerja keras

Menggembleng berarti menunjukkan rasa arah hidup prihatin, selain berdisiplin. Hidup berdisiplin berarti menjunjung tinggi kebenaran, memikul tanggung jawab, kerja keras, serta mampu menunda kepuasan.
Menunda kepuasan bentuk keunggulan sebuah bangsa. Bangsa unggul memiliki “virus” n-Ach tinggi. Anak yang diasuh dan dididik dengan nilai-nilai “virus” n-Ach, menyimpan bekal sukses. Itu kelihatan, misalnya, dari cara makan. Anak dengan n-Ach tinggi menyisihkan yang enak dimakan belakangan, yang tidak enak dimakan dulu. Tugas berat dikerjakan dulu, yang enteng belakangan. Bersakit-sakit dulu bersenang-senang kemudian menjadi kredo bangsa yang sukses.

Agar tahu hidup susah, anak diajak memahami bahasa hidup bukan uang semata. Tak semua semerbak kehidupan bisa dipetik dengan uang. Kebahagiaan tertinggi hanya terpetik setelah orang mampu merasa bersyukur meski cuma menjadi orang biasa (mengutip Gede Prama).

Sukses hidup sejati tak mungkin terpetik instan. Jiwa potong kompas, ingin lekas kaya, tumbuh dari budaya instan. Bukan rasa arah yang benar saja yang perlu ditanamkan saat membesarkan anak, tetapi harus benar pula menempuhnya di mata Tuhan.

Anak disiapkan menjadi insan linuwih (terinternalisasi penuh superegonya) dengan cara mengempiskan egonya sekecil mungkin. Rekayasa sosial (social engineering) diperlukan dengan menyuntikkan “vaksin” hidup prihatin. Perlu pula penyubur superego agar kendati hidup susah masih merasa bahagia.

Hanya bila bibit linuwih dipupuk sejak kecil, sekiranya hidup susah tak tergoda memilih serong. Kendati tak banyak harta, uang, atau kuasa, ke arah mana pun hidup memandang, merasa tetap “kaya”. Mampu legawa, bersyukur, dan merasa berbahagia sudah pula meraih Oscar kehidupan, kendati mungkin hanya menjadi orang biasa.

hadapilah hidup ini dengan lapang dada dan tanpa ada kata menyerah, karena masalah itu bukan hanya kita sendiri yang harus mendapatkan nya, tetapi semuanya…mungkin kita pernah merasa sudah tidak sanggup lagi menjalani hidup yang di penuhi masalah-masalah yang belum selesai, malahan bertambah terus, terus semakin banyak, sampai saat nya kita ingin memutuskan jalan hidup kita dan berputus asa, ingin melakukan apa saja asalkan semua masalah bisa selesai dengan berfikiran negatif, STOP…jangan sampai hal itu terjadi di dalam fikiran kita, jalani hidup apa adanya da jangan lupa berusaha keras untuk mnyelesaikan semuanya, pasti ada jalan yang terbaik buat kita, jalan menuju kehidupan yang jauh lebih sempurna dari yang kita fikirkan…

bangga lah pada diri sendiri…

karena hidup ini lah yang terbaik…



Sumber: Sekolah Hidup Susah oleh Handrawan Nadesul, Dokter, Penulis
Buku, Pengasuh Rubrik Kesehatan

Kamis, 06 November 2008

Bentis

Tak banyak buah yang punya pengalaman buruk seperti pace. Sebelum tahun sembilan puluhan, buah yang biasa disebut mengkudu ini nyaris tak punya kebanggaan sedikit pun. Jangankan manusia, kelelawar pun tak sudi mencicipi. Selain baunya apek, rasanya pahit. Pahit sekali!
Belum lagi dengan bentuk buah yang aneh. Bulatnya tidak rata, dan kulit buah ditumbuhi bintik-bintik hitam. Warnanya juga tidak menarik. Mudanya hijau, tuanya pucat kekuning-kuningan. Berbeda jauh dengan apel, jeruk, mangga, dan tomat. Selain kulitnya mulus, warnanya begitu menarik: hijau segar, merah, dan orange.
Sedemikian tidak menariknya pace, orang-orang membiarkan begitu saja buah-buah pace yang sudah masak. Pace tidak pernah dianggap ketika muda, tua; dan di saat masak pun dibiarkan jatuh dan berhamburan di tanah; membusuk, dan kemudian mengering. Pace sudah dianggap seperti sampah.
Kalau saja pace bisa bicara, mungkin ia akan bilang, "Andai aku seindah apel merah. Andai aku seharum jeruk. Andai aku semolek tomat!" Dan seterusnya.
Perubahan besar pun terjadi di tahun sembilan delapan. Seorang pakar tumbuhan menemukan sesuatu yang lain dari pace. Kandungan buahnya ternyata bisa mengobati banyak penyakit: kanker, jantung, tulang, pernafasan, dan lain-lain. Orang pun memberi nama baru buat pace, morinda citrifolia.
Sejak itu, pace menjadi pusat perhatian. Ia tidak lagi diacuhkan, justru menjadi buruan orang sedunia. Kini, tidak ada lagi pace masak yang dibiarkan jatuh dan berhamburan. Ia langsung diolah dengan mesin canggih higienis, dan masuk golongan obat mahal. Kemuliaan pace sudah jauh di atas apel, jeruk, apalagi tomat.**

TAHUN 1949, jurnal Pacific Science terbitan Hawaii mengulas pohon pendatang dari Indonesia yang hidup secara liar sejak kawvasan pantai sampai ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut) yang disebut noni (Morinda Citrifolia). Pohon ini termasuk keluarga Rubiaceae, sama seperti kopi, soka, kaca piring. Noni umum disebut sebagai magic plant atau pain killer tree karena memiliki manfaat dan khasiat yang banyak untuk beberapa jenis penyakit berbahaya.
Sejak kulit akarnya yang digunakan sebagai pewarna untuk menyamak kain, daun muda/pucuk batang untuk sayuran dan obat, dan terutama buah tuanya yang sudah masak sebagai bahan baku pembuatan jus/sari buah, dengan manfaat obat yang sangat luas dan mujarab. Dari segi penelitian ilmiah, khasiat buah mengkudu bukan “placebo” atau bohong-bohongan. Serangkaian penelitian yang dilakukan oleh banyak laboratoria dan lembaga perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat, membuktikan keampuhan komponen berkhasiat yang terdapat di dalam jus buah yang masak. Dipelopori oleh Hawaii dan Malaysia, bisnis jus buah mengkudu kini berjalan di beberapa negara lain, termasuk Indonesia. Sudah lama masyarakat Indonesia di pedesaan mengenal pohon mengkudu dalam bentuk daun muda/pucuk, untuk sayuran dan lalab, juga untuk bahan obat, serta buah tua untuk bahan pembuat rujak (di Jabar dikenal dengan nama “rujak bebek” karena pembuatannya harus di tumbuk hancur). Sejak awal tahun 1990-an, jus/sari buah yang masak dimanfaatkan untuk banyak jenis penyakit, di antaranya tekanan darah tinggi, asam urat tinggi, amandel, rheumatik, diare, dan sebagainya. Pohon mengkudu dikenal sejak kawasan Aceh menyebar ke Sumatera Utara, Riau, Jambi, Palembang, Lampung, Sumbawa, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Sumba, Sumbawa, Flores, dan Irian. Tanaman ini dikenal dengan nama setempat seperti cangkudu, wengkudu, pace, lengkudu, bangkudu, bakudu, pamarai, manakudu, bakulu, labanau, baja, kudu, neteu, tibah, ai kombo, atau eodo. Walau saat ini buah mengkudu sudah memiliki nilai bisnis tinggi dengan pangsa pasar yang luas, upaya mengebunkannya baru dimulai di beberapa tempat. Secara umum buah mengkudu yang diolah oleh beberapa pabrik penghasil sari/jus buahnya (seperti Indononi, Javanoni, Balinoni, dan sebagainya) dikumpulkan dari pohon ke pohon dari kampung ke kampung atau dari tempat ke tempat lainnya, tergantung kepada tempat tumbuhnya yang masih liar. Jangan heran kalau pada awal-awalnya harga buah mengkudu tua/masak sekitar Rp 500,- per kg, sekarang melonjak antara Rp 1.500,- sampai Rp 2.000,- per kg, begitupun jumlah dan kelangsungan pasokannya terus tersendat.
Beberapa jenis senyawa berkhasiat obat yang diketahui berada di dalam sari/jus buah mengkudu, antara lain anthraquinone (sebagai anti bakteri/anti jamur), terpenten (sebagai peremaja sel), dammacanthel (sebagai pencegah perkembangan sel kanker), xeronine, dan sebagainya sampai ke antioksidan (penetral radikal bebas). Yang menjadi masalah bagi yang baru mengenal buah mengkudu masak, adalah baunya yang tidak sedap. Kalau hasil jus buah masak langsung diminum tanpa pengolahan terlebih dahulu, bau busuk yang keluar dari jus tersebut akan dapat menjadi penyebab muntah. Masalahnya adalah, bahwa di dalam buah mengkudu masak, selain terkandung senyawa bermanfaat obat, juga sejumlah asam seperti antara lain asam askorbat, asam kaproat, dan asam kaprik, yang menghasilkan bau busuk tersebut.
Pabrik penghasil jus buah mengkudu menghilangkan bau tersebut dengan beberapa cara. Cara sederhana: mencampurkan secara rata gula merah atau madu ke dalam larutan jus, menempatkannya di dalam gelas atau botol, dan menyimpannya antara 2-4 hari, sehingga terjadi prosesfermentasi. Selama fermentasi komponen asam penghasil bau akan terurai,hingga baunya menjadi hilang. Di pabrik yang sudah maju, bau dihilangkan secara fisik, kimia, dan biologis. Ada pabrik jus buah mengkudu yang menggunakan buah tua namun belum berwarna kuning coklat tetapi baru kuning muda. Ketika dikupas bau busuk tidak tercium. Ternyata konsumen mengeluh karena jus tersebut tidak memiliki khasiat seperti sebelumnya. Ini terkait dengan faktor penentunya, bahwa kehadiran asam penghasil bau tersebut erat kaitannya dengan kehadiran senyawa berkhasiat di dalamnya. Kalau asam penyebab bau tidak ada, maka senyawa berkhasiatpun besar kemungkinan tidak ada pula. Berikut beberapa cara penggunaan buah dan daun mengkudu berdasarkan resep tradisi, yang sudah dibukukan sejak tahun 1934 dalam bahasa Belanda (beberapa sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia), ataupun buku-buku lainnya terbitan Malaysia dan Hawaii (dalam bahasa Inggris):
(1). Untuk pengobatan penyakit radang usus, tekanan darah tinggi, amandel, dan sebagainya, yaitu: 2 buah mengkudu masak dihilangkan bijinya, kemudian daging buahnya dihancurkan, diperas dan airnya dikumpulkan. Kemudian tambah 20 ml madu asli, diaduk, saring kembali, serta air saringannya ditambah air masak sampai 100 ml. Maka larutan inilah yang kemudian diminum sebagai obat. Ternyata ramuan tersebut dapat juga digunakan untuk obat batuk, infeksi mulut, radang tenggorokan, sakit perut, sakit jantung.
(2). Untuk pengobatan penyakit kencing manis, diare, encok, melancarkan air seni serta menguatkan ingatan/fikiran: 4-6 lembar daun mengkudu muda dimakan langsung mentah atau dijadikan urab/sayuran sebelum dimakan. Masih banyak lagi formula ramuan obat tersebut dari buah dan daun mengkudu yang sudah diuji kemujarabannya.
Jalan hidup kadang punya rutenya sendiri. Tidak biasa, lompat-lompat, curam dan terjal. Seperti itulah ketika realitas kehidupan memperlihatkan detil-detilnya yang rumit.
Di antara yang rumit itu, ada kebingungan menemukan tutup peti potensi diri. Semua menjadi seperti misteri. Ada yang mulai mencari-cari, membongkar peti; bahkan ada yang cuma menebak-nebak sambil tetap berpangku tangan. Dalam keputusasaan, orang pun mengatakan, "Ah, saya memang tidak punya potensi." Seribu satu kalimat pengandaian pun mengalir: andai saya...andai saya...andai saya, dan seterusnya.
Kenapa tidak berusaha sabar dengan terus mencari-cari pintu peti potensi. Kenapa tidak mencari alat agar peti bisa terbongkar. Kenapa cuma bisa menebak kalau peti potensi tak berisi. Kenapa cuma diam dan menyesali diri. Padahal boleh jadi, kita bisa seperti pace yang punya potensi tinggi. Sayangnya belum tergali. (mnuh)
Sumber: http://www.eramuslim.com/