Tak banyak buah yang punya pengalaman buruk seperti pace. Sebelum tahun sembilan puluhan, buah yang biasa disebut mengkudu ini nyaris tak punya kebanggaan sedikit pun. Jangankan manusia, kelelawar pun tak sudi mencicipi. Selain baunya apek, rasanya pahit. Pahit sekali!
Belum lagi dengan bentuk buah yang aneh. Bulatnya tidak rata, dan kulit buah ditumbuhi bintik-bintik hitam. Warnanya juga tidak menarik. Mudanya hijau, tuanya pucat kekuning-kuningan. Berbeda jauh dengan apel, jeruk, mangga, dan tomat. Selain kulitnya mulus, warnanya begitu menarik: hijau segar, merah, dan orange.
Sedemikian tidak menariknya pace, orang-orang membiarkan begitu saja buah-buah pace yang sudah masak. Pace tidak pernah dianggap ketika muda, tua; dan di saat masak pun dibiarkan jatuh dan berhamburan di tanah; membusuk, dan kemudian mengering. Pace sudah dianggap seperti sampah.
Kalau saja pace bisa bicara, mungkin ia akan bilang, "Andai aku seindah apel merah. Andai aku seharum jeruk. Andai aku semolek tomat!" Dan seterusnya.
Perubahan besar pun terjadi di tahun sembilan delapan. Seorang pakar tumbuhan menemukan sesuatu yang lain dari pace. Kandungan buahnya ternyata bisa mengobati banyak penyakit: kanker, jantung, tulang, pernafasan, dan lain-lain. Orang pun memberi nama baru buat pace, morinda citrifolia.
Sejak itu, pace menjadi pusat perhatian. Ia tidak lagi diacuhkan, justru menjadi buruan orang sedunia. Kini, tidak ada lagi pace masak yang dibiarkan jatuh dan berhamburan. Ia langsung diolah dengan mesin canggih higienis, dan masuk golongan obat mahal. Kemuliaan pace sudah jauh di atas apel, jeruk, apalagi tomat.**
Belum lagi dengan bentuk buah yang aneh. Bulatnya tidak rata, dan kulit buah ditumbuhi bintik-bintik hitam. Warnanya juga tidak menarik. Mudanya hijau, tuanya pucat kekuning-kuningan. Berbeda jauh dengan apel, jeruk, mangga, dan tomat. Selain kulitnya mulus, warnanya begitu menarik: hijau segar, merah, dan orange.
Sedemikian tidak menariknya pace, orang-orang membiarkan begitu saja buah-buah pace yang sudah masak. Pace tidak pernah dianggap ketika muda, tua; dan di saat masak pun dibiarkan jatuh dan berhamburan di tanah; membusuk, dan kemudian mengering. Pace sudah dianggap seperti sampah.
Kalau saja pace bisa bicara, mungkin ia akan bilang, "Andai aku seindah apel merah. Andai aku seharum jeruk. Andai aku semolek tomat!" Dan seterusnya.
Perubahan besar pun terjadi di tahun sembilan delapan. Seorang pakar tumbuhan menemukan sesuatu yang lain dari pace. Kandungan buahnya ternyata bisa mengobati banyak penyakit: kanker, jantung, tulang, pernafasan, dan lain-lain. Orang pun memberi nama baru buat pace, morinda citrifolia.
Sejak itu, pace menjadi pusat perhatian. Ia tidak lagi diacuhkan, justru menjadi buruan orang sedunia. Kini, tidak ada lagi pace masak yang dibiarkan jatuh dan berhamburan. Ia langsung diolah dengan mesin canggih higienis, dan masuk golongan obat mahal. Kemuliaan pace sudah jauh di atas apel, jeruk, apalagi tomat.**
TAHUN 1949, jurnal Pacific Science terbitan Hawaii mengulas pohon pendatang dari Indonesia yang hidup secara liar sejak kawvasan pantai sampai ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut) yang disebut noni (Morinda Citrifolia). Pohon ini termasuk keluarga Rubiaceae, sama seperti kopi, soka, kaca piring. Noni umum disebut sebagai magic plant atau pain killer tree karena memiliki manfaat dan khasiat yang banyak untuk beberapa jenis penyakit berbahaya.
Sejak kulit akarnya yang digunakan sebagai pewarna untuk menyamak kain, daun muda/pucuk batang untuk sayuran dan obat, dan terutama buah tuanya yang sudah masak sebagai bahan baku pembuatan jus/sari buah, dengan manfaat obat yang sangat luas dan mujarab. Dari segi penelitian ilmiah, khasiat buah mengkudu bukan “placebo” atau bohong-bohongan. Serangkaian penelitian yang dilakukan oleh banyak laboratoria dan lembaga perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat, membuktikan keampuhan komponen berkhasiat yang terdapat di dalam jus buah yang masak. Dipelopori oleh Hawaii dan Malaysia, bisnis jus buah mengkudu kini berjalan di beberapa negara lain, termasuk Indonesia. Sudah lama masyarakat Indonesia di pedesaan mengenal pohon mengkudu dalam bentuk daun muda/pucuk, untuk sayuran dan lalab, juga untuk bahan obat, serta buah tua untuk bahan pembuat rujak (di Jabar dikenal dengan nama “rujak bebek” karena pembuatannya harus di tumbuk hancur). Sejak awal tahun 1990-an, jus/sari buah yang masak dimanfaatkan untuk banyak jenis penyakit, di antaranya tekanan darah tinggi, asam urat tinggi, amandel, rheumatik, diare, dan sebagainya. Pohon mengkudu dikenal sejak kawasan Aceh menyebar ke Sumatera Utara, Riau, Jambi, Palembang, Lampung, Sumbawa, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Sumba, Sumbawa, Flores, dan Irian. Tanaman ini dikenal dengan nama setempat seperti cangkudu, wengkudu, pace, lengkudu, bangkudu, bakudu, pamarai, manakudu, bakulu, labanau, baja, kudu, neteu, tibah, ai kombo, atau eodo. Walau saat ini buah mengkudu sudah memiliki nilai bisnis tinggi dengan pangsa pasar yang luas, upaya mengebunkannya baru dimulai di beberapa tempat. Secara umum buah mengkudu yang diolah oleh beberapa pabrik penghasil sari/jus buahnya (seperti Indononi, Javanoni, Balinoni, dan sebagainya) dikumpulkan dari pohon ke pohon dari kampung ke kampung atau dari tempat ke tempat lainnya, tergantung kepada tempat tumbuhnya yang masih liar. Jangan heran kalau pada awal-awalnya harga buah mengkudu tua/masak sekitar Rp 500,- per kg, sekarang melonjak antara Rp 1.500,- sampai Rp 2.000,- per kg, begitupun jumlah dan kelangsungan pasokannya terus tersendat.
Beberapa jenis senyawa berkhasiat obat yang diketahui berada di dalam sari/jus buah mengkudu, antara lain anthraquinone (sebagai anti bakteri/anti jamur), terpenten (sebagai peremaja sel), dammacanthel (sebagai pencegah perkembangan sel kanker), xeronine, dan sebagainya sampai ke antioksidan (penetral radikal bebas). Yang menjadi masalah bagi yang baru mengenal buah mengkudu masak, adalah baunya yang tidak sedap. Kalau hasil jus buah masak langsung diminum tanpa pengolahan terlebih dahulu, bau busuk yang keluar dari jus tersebut akan dapat menjadi penyebab muntah. Masalahnya adalah, bahwa di dalam buah mengkudu masak, selain terkandung senyawa bermanfaat obat, juga sejumlah asam seperti antara lain asam askorbat, asam kaproat, dan asam kaprik, yang menghasilkan bau busuk tersebut.
Pabrik penghasil jus buah mengkudu menghilangkan bau tersebut dengan beberapa cara. Cara sederhana: mencampurkan secara rata gula merah atau madu ke dalam larutan jus, menempatkannya di dalam gelas atau botol, dan menyimpannya antara 2-4 hari, sehingga terjadi prosesfermentasi. Selama fermentasi komponen asam penghasil bau akan terurai,hingga baunya menjadi hilang. Di pabrik yang sudah maju, bau dihilangkan secara fisik, kimia, dan biologis. Ada pabrik jus buah mengkudu yang menggunakan buah tua namun belum berwarna kuning coklat tetapi baru kuning muda. Ketika dikupas bau busuk tidak tercium. Ternyata konsumen mengeluh karena jus tersebut tidak memiliki khasiat seperti sebelumnya. Ini terkait dengan faktor penentunya, bahwa kehadiran asam penghasil bau tersebut erat kaitannya dengan kehadiran senyawa berkhasiat di dalamnya. Kalau asam penyebab bau tidak ada, maka senyawa berkhasiatpun besar kemungkinan tidak ada pula. Berikut beberapa cara penggunaan buah dan daun mengkudu berdasarkan resep tradisi, yang sudah dibukukan sejak tahun 1934 dalam bahasa Belanda (beberapa sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia), ataupun buku-buku lainnya terbitan Malaysia dan Hawaii (dalam bahasa Inggris):
(1). Untuk pengobatan penyakit radang usus, tekanan darah tinggi, amandel, dan sebagainya, yaitu: 2 buah mengkudu masak dihilangkan bijinya, kemudian daging buahnya dihancurkan, diperas dan airnya dikumpulkan. Kemudian tambah 20 ml madu asli, diaduk, saring kembali, serta air saringannya ditambah air masak sampai 100 ml. Maka larutan inilah yang kemudian diminum sebagai obat. Ternyata ramuan tersebut dapat juga digunakan untuk obat batuk, infeksi mulut, radang tenggorokan, sakit perut, sakit jantung.
(2). Untuk pengobatan penyakit kencing manis, diare, encok, melancarkan air seni serta menguatkan ingatan/fikiran: 4-6 lembar daun mengkudu muda dimakan langsung mentah atau dijadikan urab/sayuran sebelum dimakan. Masih banyak lagi formula ramuan obat tersebut dari buah dan daun mengkudu yang sudah diuji kemujarabannya.
Jalan hidup kadang punya rutenya sendiri. Tidak biasa, lompat-lompat, curam dan terjal. Seperti itulah ketika realitas kehidupan memperlihatkan detil-detilnya yang rumit.
Di antara yang rumit itu, ada kebingungan menemukan tutup peti potensi diri. Semua menjadi seperti misteri. Ada yang mulai mencari-cari, membongkar peti; bahkan ada yang cuma menebak-nebak sambil tetap berpangku tangan. Dalam keputusasaan, orang pun mengatakan, "Ah, saya memang tidak punya potensi." Seribu satu kalimat pengandaian pun mengalir: andai saya...andai saya...andai saya, dan seterusnya.
Kenapa tidak berusaha sabar dengan terus mencari-cari pintu peti potensi. Kenapa tidak mencari alat agar peti bisa terbongkar. Kenapa cuma bisa menebak kalau peti potensi tak berisi. Kenapa cuma diam dan menyesali diri. Padahal boleh jadi, kita bisa seperti pace yang punya potensi tinggi. Sayangnya belum tergali. (mnuh)
Sumber: http://www.eramuslim.com/
Sejak kulit akarnya yang digunakan sebagai pewarna untuk menyamak kain, daun muda/pucuk batang untuk sayuran dan obat, dan terutama buah tuanya yang sudah masak sebagai bahan baku pembuatan jus/sari buah, dengan manfaat obat yang sangat luas dan mujarab. Dari segi penelitian ilmiah, khasiat buah mengkudu bukan “placebo” atau bohong-bohongan. Serangkaian penelitian yang dilakukan oleh banyak laboratoria dan lembaga perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat, membuktikan keampuhan komponen berkhasiat yang terdapat di dalam jus buah yang masak. Dipelopori oleh Hawaii dan Malaysia, bisnis jus buah mengkudu kini berjalan di beberapa negara lain, termasuk Indonesia. Sudah lama masyarakat Indonesia di pedesaan mengenal pohon mengkudu dalam bentuk daun muda/pucuk, untuk sayuran dan lalab, juga untuk bahan obat, serta buah tua untuk bahan pembuat rujak (di Jabar dikenal dengan nama “rujak bebek” karena pembuatannya harus di tumbuk hancur). Sejak awal tahun 1990-an, jus/sari buah yang masak dimanfaatkan untuk banyak jenis penyakit, di antaranya tekanan darah tinggi, asam urat tinggi, amandel, rheumatik, diare, dan sebagainya. Pohon mengkudu dikenal sejak kawasan Aceh menyebar ke Sumatera Utara, Riau, Jambi, Palembang, Lampung, Sumbawa, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Sumba, Sumbawa, Flores, dan Irian. Tanaman ini dikenal dengan nama setempat seperti cangkudu, wengkudu, pace, lengkudu, bangkudu, bakudu, pamarai, manakudu, bakulu, labanau, baja, kudu, neteu, tibah, ai kombo, atau eodo. Walau saat ini buah mengkudu sudah memiliki nilai bisnis tinggi dengan pangsa pasar yang luas, upaya mengebunkannya baru dimulai di beberapa tempat. Secara umum buah mengkudu yang diolah oleh beberapa pabrik penghasil sari/jus buahnya (seperti Indononi, Javanoni, Balinoni, dan sebagainya) dikumpulkan dari pohon ke pohon dari kampung ke kampung atau dari tempat ke tempat lainnya, tergantung kepada tempat tumbuhnya yang masih liar. Jangan heran kalau pada awal-awalnya harga buah mengkudu tua/masak sekitar Rp 500,- per kg, sekarang melonjak antara Rp 1.500,- sampai Rp 2.000,- per kg, begitupun jumlah dan kelangsungan pasokannya terus tersendat.
Beberapa jenis senyawa berkhasiat obat yang diketahui berada di dalam sari/jus buah mengkudu, antara lain anthraquinone (sebagai anti bakteri/anti jamur), terpenten (sebagai peremaja sel), dammacanthel (sebagai pencegah perkembangan sel kanker), xeronine, dan sebagainya sampai ke antioksidan (penetral radikal bebas). Yang menjadi masalah bagi yang baru mengenal buah mengkudu masak, adalah baunya yang tidak sedap. Kalau hasil jus buah masak langsung diminum tanpa pengolahan terlebih dahulu, bau busuk yang keluar dari jus tersebut akan dapat menjadi penyebab muntah. Masalahnya adalah, bahwa di dalam buah mengkudu masak, selain terkandung senyawa bermanfaat obat, juga sejumlah asam seperti antara lain asam askorbat, asam kaproat, dan asam kaprik, yang menghasilkan bau busuk tersebut.
Pabrik penghasil jus buah mengkudu menghilangkan bau tersebut dengan beberapa cara. Cara sederhana: mencampurkan secara rata gula merah atau madu ke dalam larutan jus, menempatkannya di dalam gelas atau botol, dan menyimpannya antara 2-4 hari, sehingga terjadi prosesfermentasi. Selama fermentasi komponen asam penghasil bau akan terurai,hingga baunya menjadi hilang. Di pabrik yang sudah maju, bau dihilangkan secara fisik, kimia, dan biologis. Ada pabrik jus buah mengkudu yang menggunakan buah tua namun belum berwarna kuning coklat tetapi baru kuning muda. Ketika dikupas bau busuk tidak tercium. Ternyata konsumen mengeluh karena jus tersebut tidak memiliki khasiat seperti sebelumnya. Ini terkait dengan faktor penentunya, bahwa kehadiran asam penghasil bau tersebut erat kaitannya dengan kehadiran senyawa berkhasiat di dalamnya. Kalau asam penyebab bau tidak ada, maka senyawa berkhasiatpun besar kemungkinan tidak ada pula. Berikut beberapa cara penggunaan buah dan daun mengkudu berdasarkan resep tradisi, yang sudah dibukukan sejak tahun 1934 dalam bahasa Belanda (beberapa sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia), ataupun buku-buku lainnya terbitan Malaysia dan Hawaii (dalam bahasa Inggris):
(1). Untuk pengobatan penyakit radang usus, tekanan darah tinggi, amandel, dan sebagainya, yaitu: 2 buah mengkudu masak dihilangkan bijinya, kemudian daging buahnya dihancurkan, diperas dan airnya dikumpulkan. Kemudian tambah 20 ml madu asli, diaduk, saring kembali, serta air saringannya ditambah air masak sampai 100 ml. Maka larutan inilah yang kemudian diminum sebagai obat. Ternyata ramuan tersebut dapat juga digunakan untuk obat batuk, infeksi mulut, radang tenggorokan, sakit perut, sakit jantung.
(2). Untuk pengobatan penyakit kencing manis, diare, encok, melancarkan air seni serta menguatkan ingatan/fikiran: 4-6 lembar daun mengkudu muda dimakan langsung mentah atau dijadikan urab/sayuran sebelum dimakan. Masih banyak lagi formula ramuan obat tersebut dari buah dan daun mengkudu yang sudah diuji kemujarabannya.
Jalan hidup kadang punya rutenya sendiri. Tidak biasa, lompat-lompat, curam dan terjal. Seperti itulah ketika realitas kehidupan memperlihatkan detil-detilnya yang rumit.
Di antara yang rumit itu, ada kebingungan menemukan tutup peti potensi diri. Semua menjadi seperti misteri. Ada yang mulai mencari-cari, membongkar peti; bahkan ada yang cuma menebak-nebak sambil tetap berpangku tangan. Dalam keputusasaan, orang pun mengatakan, "Ah, saya memang tidak punya potensi." Seribu satu kalimat pengandaian pun mengalir: andai saya...andai saya...andai saya, dan seterusnya.
Kenapa tidak berusaha sabar dengan terus mencari-cari pintu peti potensi. Kenapa tidak mencari alat agar peti bisa terbongkar. Kenapa cuma bisa menebak kalau peti potensi tak berisi. Kenapa cuma diam dan menyesali diri. Padahal boleh jadi, kita bisa seperti pace yang punya potensi tinggi. Sayangnya belum tergali. (mnuh)
Sumber: http://www.eramuslim.com/