Alkisah, adalah seorang tukang air yang setiap hari mengantar 2 tempayan besar air ke rumah saudagar kaya di kaki bukit. Setiap pagi, lelaki ini memikul air dalam 2 tempayan yang digantung diujung pikulan yang dibawa menyilang di bahunya. Salah satu tempayan yang dibawanya retak, sedang yang lainnya utuh. Hal ini membuat si tukang air setiap harinya tak mampu membawa air secara optimal, karena tempayannya yang retak hanya sanggup membawa separoh air saja dari yang semestinya sanggup dibawa. Kondisi ini membuat “tempayan retak” menjadi bersedih hati, malu, dan merasa bersalah pada tukang air sebagai sang majikan. Sementara tempayan yang utuh, menjadi angkuh dan berbangga diri, sehingga merendahkan temannya si “tempayan retak”.
“Hei lihatlah tempayan retak.....berapa banyak air yang kau buang selama perjalanan kita, kau tidak lebih dari sebuah tempayan tua yang tidak sanggup lagi bekerja dengan baik. Lihat lah, bocor di tubuhmu itu membuat majikan kita tidak dapat membawa air sesuai ukuranmu. Kamu hanya besar badan saja, tapi kemampuanmu tidak ada. Coba lihat aku, aku selalu memenuhi badanku dengan air, dan membawanya sampai ke tujuan tanpa menumpahkannya. Kalau tidak ada aku, pastilah majikan kita harus bolak balik ke mata air di lereng bukit agar dia bisa menyelesaikan tugasnya” demikian “tempayan utuh” berujar dengan pongahnya pada temannya si “tempayan retak”.
Alangkah
sedihnya “tempayan retak” mendengar ucapan “tempayan utuh”. Kian hari si
“tempayan retak” ini kian murung, merasa tak berguna dan kecewa luar
biasa. Sementara itu “tempayan utuh” kian bangga dan memandang sebelah
mata pada teman kerjanya “tempayan retak”. Waktu terus bergulir, hari
berganti hari, minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun.
Genap 2 tahun sudah kedua tempayan ini setia menemani tukang air majikan
mereka, mengantar air ke rumah saudagar kaya di kaki bukit.
Suatu hari,
saat batin tak lagi sanggup menahan kesedihan, “tempayan retak” berkata
pada sang majikan.........”Maafkan aku tuan, selama ini aku tak sanggup
melaksanakan tugasku dengan baik karena retakan di badanku ini membuat
air yang kubawa setiap hari bocor dan terbuang percuma. Dan itu
membuatmu rugi karena kamu hanya dapat membawa air sebanyak satu
setengah tempayan, sedang setengahnya hilang karena kebocoran di
badanku. Untuk itu, maafkan aku, aku tak bisa bekerja maksimal”
Mendengar
ucapan “tempayan retak”, sang majikan tersenyum sambil berkata “Ketika
kita pulang nanti, cobalah kau lihat jalanan di sisi tempatmu berjalan
saat kita berangkat membawa air”. “Tempayan retak” tak mengerti
maksud sang majikan, namun dia hanya diam dan menurut saja.
Benarlah,
ketika pulang “tempayan retak” ini melihat bunga bermekaran indah luar
biasa di sisi jalan yang biasa dilaluinya saat mengantar air bersama
sang majikan. Meski dia masih belum mengerti maksud ucapan majikannya,
tapi baginya keindahan yang baru saja dilihatnya cukup menghibur. Esok
hari, ketika dia kembali bertugas membawa air dan mengantarkannya ke
rumah saudagar kaya, kesedihan kembali muncul karena toh retakan di
badannya tetep saja membuatnya tak sanggup membawa air satu tempayan
penuh. Kesedihannya kian terasa manakala dia menangkap tatapan mata
“tempayan utuh” partner kerjanya, yang selalu saja merendahkan dirinya.
Senyum sinisnya seolah berkata “Dasar....tempayan yang tidak produktif”.
Si “tempayan retak” ini pun kembali menyampaikan permohonan maafnya
pada sang majikan. “Tuan...maafkan aku, aku benar-benar tak berguna. Aku
sungguh malu pada diriku sendiri. Cacadku telah membuatmu rugi
tuan......” ucap si “tempayan retak” penuh kesedihan.
Dengan
bijaknya sang majikan berkata “ Wahai tempayan retak, apakah kau sudah
memperhatikan bunga-bunga di sepanjang jalan disisimu yang setiap hari
kita lalui ? Apakah kau melihat bunga-bunga nan cantik menghias sisi
jalan itu ? Lalu coba perhatikan, apakah ada bunga-bunga di sisi jalan
seberangnya tempat tempayan utuh berjalan ? Wahai tempayan retak, aku
menyadari kekuranganmu. Tapi aku tahu, kekurangan itu tetap akan memberi
manfaat. Oleh karena itu, aku lalu menebar benih-benih bunga di
sepanjang jalan disisimu. Dan setiap hari, saat kita membawa air
melewati jalan itu, kamu mengairi benih-benih bunga yang kutanam. Selama
2 tahun ini, aku telah dapat memetik bunga-bunga indah untuk menghias
rumah saudagar kaya langganan kita. Dan itu membuatnya sangat senang.
Tanpa kamu, mana mungkin rumahnya jadi indah ?”
***********************************************************************************
Bila boleh
saya sintesiskan kedua tempayan dalam kisah diatas dalam kehidupan kita ,
banyak ibroh yang bisa kita petik. Boleh jadi kita adalah orang dengan
watak seperti tokoh dalam kisah ini. Seringkali kita menjadi angkuh dan
berbanggahati ketika kita dapat melakukan sesuatu lebih baik dari orang
lain, ketika kita memiliki kedudukan lebih tinggi dari orang lain, atau
bahkan seringkali kita merasa lebih pintar dari orang lain, lebih
berpengalaman dari yang lain, hanya karena kita sudah lebih lama bekerja
di suatu tempat misalnya. Hal ini kemudian membuat kita menjadi under
estimated, meremehkan kemampuan orang lain, apalagi jika jelas-jelas
orang tersebut secara kasat mata memiliki kekurangan. Kita menjadi sosok
“tempayan utuh” yang angkuh. Seringkali kita tidak menyadari, bahwa
dibalik kelebihan yang Allah berikan, pasti ada sisi lemah diri kita.
Nobody’s perfect. Sesungguhnya, ilmu yang kita miliki tidak lebih dari
seujung kuku bila dibandingkan dengan ilmunya Al-‘Alim, Dzat Yang Maha
Berilmu. Lalu.....untuk apa kita menjadi pongah dengan ilmu yang hanya
secuil kita miliki ? Tidakkah kita menyadari bahwa ilmu yang kita miliki
itu tidak lebih dan tidak bukan bisa kita peroleh karena kasih sayang
Allah yang telah memudahkan segala usaha kita saat menuntut ilmu ?
Allah mengingatkan kita dalam Al Qur’an surah Luqman ayat 18:
Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Al Qur’an surah Al Hadiid ayat 23:
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira (1460) terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
Masih beranikah kita bersikap angkuh ?????
Atau
sebaliknya, kita adalah pribadi seperti “tempayan retak ” yang selalu
mengungkung diri dalam sebuah belenggu bernama “keterbatasan”. Apakah
selama ini kita selalu melihat kekurangan/kelemahan sebagai sebuah
kendala yang membuat kita menjadi rendah diri ? Sadarilah, Allah
menyandingkan segala sesuatu dalam hidup ini berpasang-pasangan, ada
siang ada malam, ada laki-laki ada wanita, ada kaya dan miskin, begitu
juga dengan kelemahan/kekurangan seseorang. Ketika Allah titipkan
kekurangan kepada kita, sesungguhnya Allah telah siapkan kelebihan yang
sempurna. Seperti apa pun bentuk fisik seseorang, tetap saja dia adalah
makhluk paling sempurna yang Allah ciptakan. Semua itu Allah titipkan
bukan tanpa hikmah di dalamnya, bukan pula untuk dikeluhkesahkan. Allah
menciptakan manusia tidak ada yang sia-sia. Dari sebuah kelemahan,
seseorang mampu mengubah dunianya, jika dia mau berusaha dan melepaskan
diri dari belenggu “keterbatasan”.
Al-Qur’an Surat Al Israa’ ayat 70:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan [862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Tiap manusia
pasti memiliki kelemahan/kekurangan, baik itu kekurangan secara fisik,
atau pun kekurangan yang berupa permasalahan lain dalam dirinya. Selagi
orang tersebut mampu menggerakkan berbagai potensi dalam dirinya secara
optimal, maka dia akan mampu memtransformasikan kelemahannya menjadi
sebuah kekuatan untuk memunculkan kelebihannya di bidang lain.
Sadarilah
bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbagai kelemahan, bukan karena
Allah tak sayang pada hambaNya, atau pilih kasih pada orang lain,
sementara pada kita Allah berikan begitu banyak kelemahan. Yakinilah
bahwa ketika Allah titipkan kekurangan pada diri kita, sesungguhnya
justru Allah telah memberikan keistimewaan kepada kita, karena Allah
akan mengangkat derajat kita jauh lebih tinggi, jika kita mampu melewati
cobaan tersebut dan memberikan manfaat kepada orang lain melalui
kelemahan yang kita miliki.
Adalah
sebuah sunnatullah, jika manusia cenderung berkeluh kesah terhadap
keadaan dirinya, namun jangan pernah menjadikan itu sebagai pegangan
untuk selalu dan selalu berkeluh kesah menyesali kekurangan diri. Setiap
orang di takdirkan dengan kelemahan dan kelebihan dalam berbagai porsi
yang berbeda. Upayakan segala usaha seoptimal mungkin sehingga kelebihan
kitalah yang mencuat, hingga tak ada orang yang menyadari akan
kelemahan yang kita miliki, karena optimisme yang kita tunjukkan
disetiap usaha yang kita lakukan. Ada baiknya kita fokus pada kelebihan
yang Allah berikan pada kita, karena sejatinya tak ada satu pun makhluk
bernama manusia yang Allah ciptakan tanpa kelebihan dalam dirinya.
Semoga kita dapat senantiasa memanfaatkan setiap kekurangan diri,
sebagai kekuatan untuk memunculkan kelebihan-kelebihan kita lainnya.